Rabu, 19 November 2014

SOLUSI EFEK BOLA SALJU


 
INTRO
Beberapa minggu belakangan ini, masyarakat RI kembali di rasukin rasa ‘kepanikan’ dengan wacana pemerintahan RI baru (Kabinet Kerja) akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Wacana ‘rutin’ ini kemungkinan akan dipastikan di ambil pemerintah karena mengalami defisit anggaran (katanya sih begitu), dan juga jumlah pasokan BBM bersubsidi tidak akan tercukupi hingga akhir tahun 2014 ini. Sehingga wacana ini kembali digulirkan kembali, meskipun harga minya dunia mengalami PENURUNAN. Dan pemerintahan terbaru ini adalah dari ‘kelompok’ yang dahulunya (setidaknya dalam 10 thn terakhir) selalu di barisan terdepan MENOLAK jika pemerintahan terdahulu akan menggulirkan wacana kenaikkan harga BBM. Dan sekarang mereka tetap di garda terdepan, namun pada garda/barisan yang ingin menaikkan harga BBM.
Tiap kali pemegang kekuasaan mewacanakan kenaikkan harga BBM, pasti akan menuai pro-kontra. Dan ketika keputusan sudah diambil untuk menaikkan harga BBM, maka dapat dipastikan akan berdampak kepada harga di seluruh sektor lainnya yang kita ibaratkan ‘efek bola salju’. Pergerakan harga BBM merupakan ‘magnet’ tersendiri bagi perekonomian di negeri ini, bahkan belum ‘ketok palu’ tentang kenaikkan harga BBM saja harga-harga di sektor lain sudah mengalami kenaikkan (terutama harga kebutuhan pokok). Kekuatan magnet lainnya adalah pemerintah harus mensubsidi harga BBM tiap tahunnya lebih dari 200T (subsidi BBM 2013 mencapai 223T), artinya pemerintah harus mengeluarkan sekitar 12% dari APBN tiap tahunnya (Sumber: finance.detik.com APBN RI 2013 1.683T, sedangkan penerimaan APBN 2013 1.525T) hanya untuk mensubsidi harga BBM. Maka tidak heran hampir tiap tahun pula APBN mengalami defisit anggaran, tahun 2013 saja negara ini defisit anggaran lebih dari 150T.
Atas dasar itu kenapa pemerintahan yang baru ini, mewacanakan menaikkan harga BBM bersubsidi. Yang menjadi pertanyaan saya adalah kenapa sampai saat ini  belum ada ‘jurus jitu’ untuk mengatasi masalah kenaikkan harga BBM. Karena dampak yang ditimbulkan dari kenaikkan harga BBM di negara ini sangatlah ‘luar biasa’ efeknya, selain dampaknya kepada harga di sektor lain secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan jumlah warga miskin, pengangguran, kejahatan/kriminal, dll.



Efek negatif (efek samping yang maha dahsyat) yang ditimbulkan oleh kenaikkan harga BBM:
1.    Jumlah warga miskin akan bertambah ketika pemerintah menaikkan harga BBM, kenapa bisa begitu padahalkan setiap pemerintah menaikkan harga BBM maka pemerintah memberikan bantuan kepada warga miskin. Kenapa hal ini bisa terjadi? Seperti yang telah saya jabarkan di atas, ketika pemerintah menaikkan harga BBM maka hampir dipastikan seluruh sektor mengalami kenaikkan harga pula terutama harga kebutuhan’perut’ (sembako). Jadi sebenarnya meskipun pemerintah melakukan ‘usaha’ membantu rakyat dengan cara memberikan bantuan uang tunai (ntah apapun itu namanya, BLT tah, BLSM tah, Kartu Indonesia Sejahtera lah, dll), bisa dikatakan merupakan ‘hal mubazir’. Kenapa mubazir, percuma saja rakyat di beri uang tunai sebesar 300-400rb namun harga kebutuhan pokok pada saat itu juga mengalami kenaikkan harga. Untuk kebutuhan membeli sembako menghabiskan minimal Rp. 30.000-Rp. 40.000/hari/keluarga (3-4 org). Artinya uang bantuan yang hanya 300-400rb hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan pokok selama 10 hari saja.
2.    Pasca kenaikkan harga BBM maka dapat dipastikan jumlah angka pengangguran akan meningkat. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan akan ada banyak orang yang sudah bekerja (terutama bagi pekerja buruh) di perusahaan akan mengalami pemutusan masa kerja, hal ini dapat dipastikan terjadi. Karena dengan kenaikkan harga BBM, hampir dipastikan para pekerja akan meminta kenaikkan gaji pula. Namun masalah lain yang datang adalah apakah para pemilik perusahaan mau menaikkan gaji para pekerjanya, ini bagi mereka sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dengan kenaikkan harga BBM, maka secara langsung akan menaikkan juga biaya produksi. Ditambah dengan desakan para pekerjanya untuk menaikkan gaji mereka, maka dari itu berita pemutusan kerja (PHK) secara besar-besaran akan terjadi.
3.    Tingkat kejahatan/kriminalitas meningkat pula. Hal negatif ini terjadi dikarenakan dampak dari tingkat pengangguran yang bertambah, sebagaimana alasan di atas (dampak no.2). Seperti yang kita ketahui bersama, banyak alasan para tindak kriminal melakukan kejahatan. Tidak adanya pekerjaan tetap (tidak berpenghasilan), susahnya mencari pekerjaan, sedangkan mereka memerlukan kebutuhan hajat yang tidak dapat ditunda (mengisi perut/makan).
4.    Dan masih banyak dampak ‘turunan’ negatif yang ditimbulkan oleh kenaikkan harga BBM ini.




ULASAN
Tidak etis jika saya memberi tanggapan/berkomentar ‘negatif’, namun tidak memberikan solusi/masukan yang mungkin lebih baik (menurut saya). Disini saya akan memberikan ‘saran’ atau masukan dalam ‘menanganai dilema’ permasalahan tentang harga BBM.
Bagi saya, solusinya cukup 1 cara saja yang harus dilakukan yaitu: SUBSIDI UNTUK BBM ‘DICABUT/DIHAPUS’ oleh pemerintah (pasti banyak yang gak sepakat, eits tapi tunggu dulu simak dulu ulasan selengkapnya J ). Kenapa, karena subsidi BBM menurut saya adalah ‘akar permasalahannya’. Bagaikan penyakit, kalo gak dicabut/dihilangkan penyebab asalnya maka tidak akan sembuh. Belum lagi jika sang dokter (pemerintah) memberikan resep obat yang asal-asalan (bantuan BLT cs), itu sama aja sang dokter hanya memberikan obat rasa penghilang rasa sakit saja. Namun bukan memberikan obat yang benar-benar untuk mengobati penyakit yang diderita. (semoga analogi yang saya berikan dapat ‘dicerna’ oleh pembaca).
Alasan lain kenapa saya katakan subsidi BBM merupakan sumber/biang permasalahnnya adalah tidak tepatnya tujuan yang diharapkan dari subsidi BBM. Harapan dari subsidi BBM adalah meringankan beban rakyat miskin/kurang mampu. Namun kalo yang saya amati, tujuan/sasaran dari subsidi BBM tidak tepat sasaran. Seperti yang kita ketahui bersama subsidi BBM lebih banyak menguntungkan orang-orang kaya, mereka-mereka itulah yang banyak menikmatinya. Belum lagi dengan adanya subsidi BBM ini, seperti ‘memberikan angin segar’ kepada pemilik Lihat berapa banyak kendaraan pribadi yang melintas di jalan-jalan dibandingkan angkutan umum, lihat dampak lain yang diakibatkannya yaitu KEMACETAN.
Setelah mencabut subsidi BBM terus bagaimana lagi langkahnya, uang subsidinya mau digunakan apa? Pasti itu pertanyaan para pembaca sekalian. Ok, akan saya bahas lebih lanjutnya. Jadi setelah subsidi BBM dicabut, maka uang dari subsidi dialihkan untuk mensubsidi kebutuhan pokok dan angkutan umum. 

Alasannya kenapa:
1.    Dengan pencabutan subsidi harga BBM, maka orang-orang ‘yang mampulah’ yang sanggup memiliki kendaraan pribadi. Karena sebelum membeli kendaraan pribadi, maka mereka akan lebih rinci dan telah mempersiapkan perhitungan biaya perjalanannya (BBM). 
2.    Dengan begitu jumlah kendaraan pribadi yang ada dijalan akan berkurang cukup drastis, akhirnya ‘masalah klasik’ (terutama yang terjadi di kota besar) yang bernama Kemacetan akan berkurang.
3.    Dana subsidi yang awalnya dialokasikan untuk BBM dialihkan kepada subsidi di sektor pertanian (kebutuhan pokok) dan transportasi umum untuk ‘menghambat’ laju kenaikkan di sektor pokok.
4.    Subsidi pengalihan yang diberikan kepada kebutuhan pokok berupa subsidi pupuk, benih, dan pemerintah yang langsung membeli hasil produksi pertanian di petani (istilahnya jemput bola). Sehingga ‘cukong-cukong’ pertanian dapat dihilangkan dan petani tidak pusing untuk memasarkan hasil pertanian serta tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi pengiriman hasil pertanian karena biaya pengangkutan ditanggung oleh pemerintah sebagai pembeli.
5.    Selain itu pengalihan subsidi BBM untuk sektor transportasi umum. Jadi pemerintah subsidi untuk BBM bagi angkutan umum, sehingga ketika subsidi BBM dicabut tidak berdampak bagi tarif angkutan umum. Selain itu juga pemerintah harus menambah jumlah armada angkutan umum, dan melakukan perbaikan serta pemeliharaan secara rutin/berkala bagi transportasi yang ada. Dengan begitu masyarakat akan ‘secara sukarela’ meninggalkan kendaraan pribadinya dan beralih ke transportasi massal.

Intinya Cabut BBM bersubsidi, dan alihkan dana subsidi untuk ‘menghambat’ laju efek bola salju yang akan terjadi terutama di sektor kebutuhan pokok dan transportasi massal.

SIMPULAN
1.    Subsidi BBM merupakan ‘akar’ permasalahan, yang berdampak pada permasalahan lainnya (efek bola salju).
2.    Subsidi BBM langkah yang tidak tepat sasaran
3.    HAPUS/CABUT SUBSIDI BBM
4.    Alihkan subsidi BBM untuk 2 sektor ‘kunci’ untuk menghambat permasalahan lainnya yaitu: sektor kebutuhan pokok dan sektor angkutan umum (transportasi)

Oleh: Enky Alvenher

Kamis, 13 November 2014

Masih ingatkah kita dengan Deklarasi Djuanda???


INTRO 

Isi dari Deklarasi Djuanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak
    tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah 

     Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
    A. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
    B. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
    C. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan 

        keselamatan NKRI

Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.

Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. (Sumber: wikipedia)

ULASAN 

Salah satu fungsi Deklarasi Djuanda ibarat sebagai 'pagar' dirumah. Sehingga 'orang luar' tidak bisa semena-mena melintasi rumah kita. Lah ini sekarang pemegang kekuasaan berwacanakan 'merobohkan' pagar rumah tersebut dengan wacana sebagai 'poros maritim dunia'. Belum disahkan saja orang-orang luar tersebut menyambut dengan senang, bahkan mereka siap membantu sang tuan rumah menjadikan wacana tersebut menjadi kenyataan.

Piye toh, wong pagarnya ada aja mereka 'curi-curi' masuk untuk menggeruk 'harta' tuan rumah. Lah ini malah dibuka atau dirobohkan, bisa abis harta tuan rumah 'dirampok'.
Dan wacana ini sangat-sangatlah ditunggu bagi para 'penjahat' di luar sana. Ingat gak kemaren, baru dilantik beberapa hari saja sudah berapa kali orang luar ketahuan melewati batas pagar rumah dari 'atas'. Masih ada pagar saja kehilangan sumber daya alam bawah laut kita saja sangatlah tinggi.
Jangan sampai pepatah buruk seperti ini terjadi 'jangan sampai kita menjadi tamu di rumah kita'.